Friday, 29 November 2013

Dasar ternak unggas : Penetasan telur

PENETASAN TELUR UNGGAS
Penetasan pada unggas dapat dibedakan menjadi dua , yaitu : secara alamiah dan buatan. Penetasan secara alamiah (natural incubation) tergantung sepenuhnya pada induk penghasil telur tetas itu sendiri. Sebaliknya  pada penetasan secara buatan (artificial incubation) dimana sepenuhnya tergantung pada tiga pokok besar yaitu : mesin tetas, telur tetas dan oprerator.
Penetasan Secara Alami : biasanya telur yang ke 10 hari lebih, akan memberikan tingkat daya tetas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kurang hari ke 10, hal ini diduga ada kaitannya dengan lama simpan telur yang lebih dari 7 hari. Dimungkinkan bila lebih dari 7 hari chalaza sebagai pemisah antara yolk dan albumen putus sehingga akan menjadi kopyor pada telur tersebut berakibat untuk menampung sebagai tempat perkembangan embrio akan terganggu sehingga didapatkan daya tetas yang rendah.  Ada faktor plus minusnya jika mengkonsentrasikan ke penetasan secara alami, faktor plusnya diantaranya tak memakan biaya pengoperasiannya dan proses penetasannya   berjalan secara alami sehingga tidak memerlukan tenaga kerja dan pikiran yang mendalam. Adapun faktor minusnya, diantaranya ialah: jumlah telur yang ditetaskan terbatas, sulit mengatur waktu penetasannya dan hasil tetasannya tidak sesuai yang kita harapkan karena tidak adanya seleksi telur tets terlebih dahulu.
Penetasan Secara Buatan : Prinsip proses penetasan secara buatan diilhami oleh masyarakat Mesir beratus tahun yang lalu, dimana masyarakat Mesir untuk menetaskan telur dengan cara telur dikubur di pasir panas, dengan kesederhaannya tersebut tingkat daya tetasnya rendah. Kemudian ditemukanlah penetasan secara buatan yang  modern yang masih berlaku saat ini. Prinsip proses penetasan buatan garis besarnya dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : telur tetas yang akan ditetaskan, mesin tetas yang akan digunakan dan orang yang menjalankan proses penetasan tersebut (operator). Jika diprosentasekan dari ke 3 faktor tersebut adalah sebagai berikut : 33,3% dipengaruhi oleh telur tetas, 33,3 dipengaruhi oleh mesin tetas dan 33,3 ditentaukan oleh peranan petugasnya.
Agar telur tetas memberikan peranan sebesar itu maka telur yang akan ditetaskan harus diseleksi, adapun hal-hal yang perlu diseleksi adalah sebagai berikut :
bentuk telur (harus oval, lebih tepat dihitung indek telur= sumbu pendek dibagi sumbu panjang telur dikalikan 100 %, jika 72 – 74 % berarti telur tsb oval),
telur harus berasal dari pejantan (sex ratio, tiap bangsa unggas berbeda),
berat telur (bangsa unggas berbeda),
lama simpan (tidak lebih dari 7 hari),
kebersihan telur (agar pori-pori kulit telur tak tertutup dengan kotoran shg respirasi embrio dapat berjalan dengan lancar),
keutuhan telur (usahakan telur tak retak),
 warna telur/yang gelap lebih memungkinkan mendapatkan daya tetas yang relatif lebih besar bila dibandingkan dg yang cerah (penilaian item ini hanya pada jenis telur yg berasal dari bangsa unggas yang sama, misal : telur itik harus dibandingkan dg telur itik, tetapi tidak boleh dibandingkan dengan telur puyuh).
Begitu pula agar mesin tetas memberikan peranan sebesar itu, maka mesin tetas harus memberikan kondisi fisik yg optimal artinya mesin tetas dikatakan baik jika memberikan suhu dan kelembaban yang optimal yang disesuaikan dengan telur bangsa unggas yang akan ditetaskan, misalkan : telur puyuh harus diiringi dengan suhu 99 derajat Fahrenheit, telur ayam dg suhu 101 derajat Fahrenheit, dst. Nah, agar peranan operator bisa memberikan peranan yang diprosentasekan di depan, maka operator harus mengetahui ilmu penetasan dan berpengalaman dalam menjalankan proses penetasan,  adapaun tugas operator yang utama dan pertama adalah : harus mengetahui masa kritis I dan II, harus bisa mengcandling telur, harus bisa cara membalik telur, harus bisa mengatur suhu dan kelembaban yang benar, harus mengetahui kapan berakhirnya proses penetasan. Pada akhir dari proses penetasan adalah menghitung % fertilitas telur (yg dapat dihitung dg membagi jumlah telur yang masuk dengan telur yang fertil dikalikan 100%) dan menghitung % daya tetas (yg dapat dihitung dengan membagi telur yang fertil dengan telur yang menetas dikalikan 100%). Jika hasil daya tetasnya 80 % bisa dikatakan berhasil. Kemudian ditentukan jenis kelaminnya, di packaging kemudia didistribusikan ke konsumen.

A. Jenis Telur Tetas Lebih Mahal Dari Telur Konsumsi. 
Jenis telur pada bangsa unggas dibagi menjadi 2 jenis, jenis pertama yang disebut telur konsumsi dan yang kedua telur tetas. Telur konsumsi telur yang berasal dari induk bangsa unggas yang tidak dibuahi oleh pejantan, dengan demikian telur konsumsi tidak bisa ditetaskan karena infertil (tak subur). Telur tetas adalah telur yang berasal dari induk yang telah dibuahi oleh pejantan, sehingga dapat ditetaskan karena telur tersebut bertunas (fertil). Oleh karena telur tetas berasal dari induk jantan dan betina maka  jumlah unggas yang dipelihara lebih banyak bila dibandingkan yang tanpa pejantan ( sebagai misal : untuk memperoleh telur setiap hari 10 butir, jika imbangan jantan betina 1 : 2, maka jumlah unggas yang dipelihara 10 ekor induk dan 5 ekor pejantan untuk menghasilkan 10 butir telur tetas, sedangkan untuk menghasilkan telur konsumsi 10 butir, maka jumlah unggas yang dipelihara hanya 10 ekor induk saja). Dan menurut pengalaman penulis unggas yang dicampur jantan dan betina produksi telurnya lebih rendah bila dibandingkan dengan unggas induk sejenis, hal ini diduga terganggunya saat bertelur. Berdasarkan tersebut maka biaya produksinya lebih banyak induk pengahasil telur tetas, dengan demikian umumnya harga telur tetas lebih mahal bila dibandingkan dengan telur konsumsi.
B. Suhu Type Still Air lebih tinggi Vs dengan Type Force.
Ada dua type mesin tetas yang digunakan dalam proses penetasan secara buatan. Type pertama adalah jenis mesin type Still Air Incubators dan Force Draught Incubator.
Type Still Air Incubators :biasanya berkapasitas telur yang ditetaskan terbatas, yaitu sekitar antara 100 a/d 350 butir telur ras. Sumber pemanasnya bisa berasal dari minyak tanah (teplok), listrik, briket bioarang (anglo). Oleh karena fokus pemanas terpancar pada satu titik ke permukaan telur saja berakibat penerimaan panasnya tidak dapat merata sehingga type ini mutlak harus dibalik agar mendapat panas yang merata. Dengan demikian karena Still panasnya hanya dari permukaan atas saja maka suhunya harus lebih besar bila dibandingkan dengan Force. Force panasnya berasal dari kipas angin yang ada di dalammnya, yang mana panas tersebut akan didistribusikan ke segala arah, sehingga dengan suhu yang rendah bila dibandingkan dg still, force sudah bisa memanasi telur-telur yang ditetaskan.
C. KELEMBABAN TINGGI
Satuan untuk menghitung dari kelebaban adalah prosentase (%). Semakin tinggi sebarannya maka semakin memberikan proses pipping yang lebih sempurna, yang pada gilirannya memberikan tingkat daya tetas yang meningkat. Mengapa semikin tinggi Rh semakin baik dalam proses penetasan karena dengan tinggi Rhnya maka embrio akan mudah menyerap Ca dan P yang ada di cangkang yang dapat digunakan sbg pembetukan tulang, sehingga pada proses pipping yang berperan dens ovifragusnya maka pemecahan telur saat pipping dapat berjalan dengan sempurna.
D. OLEH KESTABILAN SUHU. 
Suhu pada mesin tetas merupakan faktor yang sangat penting didalam perkembangan embrio selama dalam telur. Jadi jika suhu dalam mesin tak dikontrol de ngan seksama maka berakibat fatal yang pada gilirannya akan gagal dalam menetaskan telur. Kebutuhan suhu dalam mesin pada telur dari berbagai bangsa unggas berbeda. Prinsipnya semakin besar telur yang ditetaskan akan memerlukan suhu yang lebih tinggi, misal : telur cecak, telur puyuh, telur merpati, telur ayam, telur itik dan telur angsa akan berbeda ( disini besar telur dari yg terkecil mengarah ke  telur yang lebih besar). Jika dalam proses penetasan telur suhu normal selama proses penetasannya, maka akan memberikan waktu tetas yang tepat (sesuai masa inkubasi dari telur itu sendiri, misal : telur puyuh masa inkubasinya 17 hari, ayam 21 hari, itik 28 hari) dan menghasilkan tingkat daya tetas yang tingi, karena proses perkenbangan embrio dapat berjalan normal sebagai akibat organ vitalnya dapat terbentuk dan berkembang secara optimal dan norma. Sebaliknya jika selama proses penetasan suhunya kurang maka masa inkubasi akan lebih tinggi tetapi embrio akan mati, begitu pula suh yang lebih tinggi selama proses penetasan berlangsung. 
E. PENGARTURAN  SUHU  MESIN TETAS
Mesin tetas type Still Air yang baru dibeli dari Poultry Shop pada umumnya suhu (thermostat)nya belum diatur, jika sudah diatur akan berubah kedudukan thermoregulatornya dari posisi normal berubah ke tidak normal karena kegeseran saat pengangkutan dan transportasi. Bagi awam yang baru akan memulai menetaskan telurnya, masalah pengaturan suhu tak diperhatikan sehingga begitu kabel mesin tetas disalurkan ke listrik, kemudia telur dimasukkan, maka kondisi suhu yang tak normal, mungkin terlalu timggi atau terlalu rendah sehingga daya tetasnya akan rendah atau bahkan tak ada yang menetas alias gagal. Cara mengatur suhu, pertama – tama yang harus diatur thermostatnya, diatur sedemikian rupa sehingga mencapai suhu yang diinginkan, sebagai misal : untuk ementaskan telur puyuh 99 derajat Fahrenheit, telur ayam 101 derajat Fahrenheit dst.
F. MASA KRITIS DALAM PROSES PENETASAN PENENTU KEBERHASILAN PROSES PENETASAN.
Masa kritis adalah waktu yang sangat penting dalam proses pembentukan dan  perkembangan embrio dalam telur tetas selama dalam proses penetasan. Masa kritis pertama dihitung dari hari ke satu sampai dengan hari ke tiga setelah telur dimasukkan dalam mesin tetas. Untuk masa kritis pertama ini seluruh telur bangsa unggas adalah sama hitungannya. Dalam masa kritis pertama ini terbentuknya alat-alat vital dalam organ tubuh embrio (pembuluh darah, janung, ginjal dll), agar pembentukan organ vital tsb dapat berjalan dengan sempurna harus dibutuhkan suhu mesin tetas untuk ayam 101 derajat Fahrenheit. Oleh karena itu jika saat masa kritis pertama tsb sumber pemanasnya terganggu (listrik mati, lampu teplok yang tak memenuhi syarat), maka akan terjadi kegagalan karena embrio mati. Sedangkan pada masa kritis ke dua ini semua organ tubuh termasuk bulu sudah terbentuk. Nah untuk melakukan pemecahan pada kulit telur (proses pipping) si embrio tsb harus membutuhkan energi atau tenaga untuk proses pipping, yang mana dibutuhkan suhu sekitar 101 – 102 derajat Fahrenheit dan kelembaban 70 – 80 %. Nah, jika suhu dan kelembaban tak terpenuhi karena sumber pemanas terganggu ( listrik mati, dlsb), maka akanterjadi kegagalan sehingga  tak menetas. Dengan demikian faktor suhu, kelebaban dan operatorlah yang memegang peranan penting dalam mengatur agar masa kritis dapat berjalan dengan lancar.
G. HUBUNGAN ANTARA BERAT TELUR DENGAN BOBOT TETAS TELUR BANGSA UNGGAS.
Bobot telur pada bangsa dapat dirumuskan sebagai berikut : semakin kecil badannya maka semakin kecil bobot telurnya (sebagai misal : telur puyuh = 10-12 gram, merpati = 22 gram, ayam kampung 40-45 gram, itik = 60 – 65 gram), disini terlihat semakin besar bobot badannnya semakin besar telur yang dihasilkan. Begitu pula, jika telur-telur dari bangsa unggas tersebut ditetaskan akan menghasilkan bobot tetas yang berbeda pula. Dengan demikian ada korelasi yang positif bahwa semakin besar telur yang ditetaskan akan menghasilkan bobot tetas yang semakin besar pula. Nah, dengan dapat dirumusakan bahwa untuk menghitung bobot tetas dapat dihitung dengan rumus berikut : 70/100 x bobot telur bangsa unggas = bobot tetas.
H. HUBUNGAN ANTARA JENIS TELUR BANGSA UNGGAS DENGAN KEBUTUHAN PANAS DALAM MESIN TETAS.
Yang termasuk unggas (poultry) adalah ayam, itik, kalkun, entok, puyuh, merpati, angsa, walet dan atau bangsa burung lainnya. Dari jenis unggas tersebut yang sudah banyak dikonsumsi masyarakat dan diteliti oleh peneliti adalah ayam, itik, kalkun, puyuh, entok dan angsa. Semakin besar tubuh dari unggas ada kecenderungannya untuk menghasilkan besaran telurnya semakin besar pula. Dalam proses penetasan suhu dan kelembaban dalam mesin tetas memegang peranan penting disamping faktor-faktor lainnya.Nah, jika telur dari jenis unggas tersebut akan ditetaskan maka kebutuhan akan suhu dalam mesin tetasnya akan berbeda pua. Hal ini disebabkan karena semakin besar telur akan menghasilkan embrio yang lebih besar pula., begitu pula panas yang dibutuhkan untuk pembentukan dan perkembangan embrio akan semakin besar pula.  
I. BENTUK TELUR PENENTU TINGKAT DAYA TETAS.
Tolok ukur keberhasilan dalam menetaskan telur unggas adalah banyaknya  dari telur-telur yang menetas dari telur yang fertil dari jumlah telur yang ditetaskan. Tak diragukan lagi bahwa prosentase daya tetas ditentukan oleh 3 faktor, yaitu Operator (orang yang menetaskan), Telur yang akan ditetaskan dan Mesin tetas yang digunakan dalam proses penetasan. Telur yang akan ditetaskan syarat utamanya adalah telur tersebut harus fertil (penentu fertil tidaknya telur dengan alat Candler). Untuk menghasilkan telur-telur yang memenuhi syarat untuk ditetaskan maka telur-telur tersebut harus dan perlu untuk diseleksi (atau lebih dikenal dengan SELEKSI TELUR TETAS).  Salah satu penyeleksian telur tetas yang penting adalah diantaranya adalah bentuk telur tetas. Sebutir telur dapat dikeluarkan melalui saluran telur (oviduct) memakan waktu sekitar 25,1 jam ( sehari lebih 1 jam). Jika dalam proses peneluran tersebut terganggu (karena nutrisi, genetik, lingkungan kandang sekitar baik secara internal  maupun ekternal maka akan menghasilkan telur-telur yang mempunyai macam-macam bentuk telur. Dikenal ada 3 bentuk telur unggas yaitu : bulat, lonjong dan oval telur. Dari ketiga bentuk tersebut yang ovallah yang baik untuk ditetaskan karena menghasilkan daya tetas yang lebih tinggi bila dibandigkan dengan bentuk bentuk lainnya. Untuk menghitung bentuk telur tersebut bulat, lonjong atau oval dapat dihitung dengan menggunakan rumuss yang disebut : INDEK TELUR / IT (EGG INDEX) = sumbu pendek dibagi sumbu panjang telur dikalikan 100 persen, jika telur tersebut termasuk oval maka IT nya 72 – 74 %, sedangkan yang bulat lebih dari 72 – 74 % dan lonjong dibawah 72 – 74 %.
J. JARAK BAK AIR BERPENGARUH TERHADAP PROSES PIPPING PADA BANGSA UNGGAS.
Perlu diketahui bahwa normal atau tidak normalnya besaran kelebaban (%) dalam mesin tetas dapat berpengaruh terhadap proses pipping dan pada giliranya akan menyebabkan tingkat daya tetasnya. Sumber adanya kelembaban tingig atau rendah berasal dari bak air dalam mesin tetas dan penyemprotan pada permukaan telur tetas yang ditetaskan dalam mesin tetas. Bak air dalam mesin tetas pada mesin tetas type Still mutlak adanya. Anjuran penulis Luasan bak air sebesar luasannya dari jumlah telur yang ditetaskan pada rak telur. Jika syarat tersebut tak dipenuhi, pasti akan menghasilkan daya tetas yang rendah, begitu pula jarak bak air dengan jarak rak telur sebaiknya 2 sampai 3 cm. Dengan kedua syarat itu dipatuhi maka akan menghasilkan ingkat daya tetas yang tingi. Mengapa? karena dengan luasan dan ketinggian yang balance maka akan menghasilkan besaran persentase kelembaban yang optimal untuk menetaskan telur unggas ( karena akan memberikan tingkat kelembaban antara 60 – 80 %, besaran persentase tersebut sudah memenuhi untuk proses penetasan.
K. SEX RATIO PENENTU UTAMA DARI TELUR FERTIL.
Memperhatikan imbangan jantan dan betina pada bangsa unggas jika akan menetaskan telur WAJIB hukumnya, hal ini disebabkan karena imbangan tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat fertilitas telur. Imbangan jantan dan betina ( jantan : betina ) pada bangsa unggas dapat dipaparkan sebagai berikut : untuk angsa 1 : 3 sampai 4 ekor, itik 1:10 sampai 15 ekor, ayam ras 1 : 5 sampai 8 ekor, buras 1 : 8 sampai 10 ekor, puyuh (Coturnix coturnix japonica) 1 : 3 sampai 4 ekor, merpati 1 : 1 (monogami). Semakin kecil sex rationya akan menghasilkan tingkat fertilitas yang tinggi pula, disebabkan karena kesempatan untuk kawin setiap saat ada, bila dibandingkan dengan jumlah yang melebar. Namun bila ditinjau dari segi ekonomis imbangan yang sempit merugikan, oleh karena itu sebaiknya pedoman yang penulis paparkan sebagai patokannya.
L. BISAKAH SATU EKOR INDUK UNGGAS MENGHASILKAN 2 BUTIR TELUR SEHARI ?
 Saluran telur pada unggas disebut OVIDUCT. Saluran tersebut dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya ialah : infundibulum, magnum, istmus, cloaka. Secara normal sebutir telur melewati bagian-bagian tersebut memakan waktu sekitar 25,1 jam ( sehari lebih 1 jam ). Nah, dengan demikian secara ilmu pengetahun yang berkiblat pada dalil yang mengatakan bahwa sebutir telur dibentuk selama sehari lebih satu jam, maka tak akan mungkin seekor induk akan bertelur sehari 2 butir.
M. PERLUKAH FUMIGASI PADA TELUR DAN ATAU MESIN TETAS ?
Fumigasi adalah mensucihamakan mesin tetas dari mikroorganisme yang menenmpel dan atau masuk dalam mesin tetas dengan menggunakan zat kimia. Zat kimia yang sering digunakan adalah KMnO4 (Kalium permanganat) yang dicampur dengan Formaldehide 40 %. Mengapa sampai saat ini zat kimia tersebut masih digunakan? karena zat kimia tersebut tidak merusak mesin tetas dan peralatannya, tidak tergantung dari suhu dan kelembaban linkungan baik lingkungan internal dan eksternal dari mesin tetas, murah harganya, mudah melakukannya, dan mudah didapat/dibelinya, dan yang paling penting tidak membahayakan operator yang melakukannya serta telur yang fertil yang ada dalam mesin tetas tersebut. Cara menggunakan zat kimia tersebut adalah sebagai berikut : mesin tetas dan peralatannya atau telur yang telah dimasukkan dalam mesin tetas, campuran KMnO4 ( 3 gram ) dicampur dengan 3 sendok makan yang ditempatkan pada bekas gelas air mineral, kemudian ditutup selama 15 menit, kemudian dibuka (sudah bisa digunakan). Dalam menjalankan fumigasi sebaiknya setelah proses penetasan berakhir.
N. BOLEHKAH DALAM SATU MESIN TETAS DITETASKAN 3 JENIS TELUR YANG BERBEDA BANGSA UNGGASNYA?
Setiap jenis bangsa unggas yang berbeda, akan menghasilkan telur yang berbeda pula baik warna, bobot dan bentuknya. Sedangkan seleksi telur tetas yang akan ditetaskan meliputi : bobot telur, umur simpan telur, warna telur, masa inkubasi telur dlsb. Secara faktual dari 3 jenis telur dari telur (misalnya) telur puyuh, ayam ras dan itik; mempunyai karakteristik yang sangat berbeda : 1. Bila ditinjau dari bobotnya (telur puyuh bobotnya sekitar 10 – 11 gram, ayam ras 55 – 60 gram sedangkan telur itik sekitar 60 - 70 gram), 2. Bila ditinjau dari masa inkubasinya ( telur bermasa inkubasi 18 hari, ayam 21 hari dan itik 28 hari), 3. Bila ditinjau dari masa kritis ( telur puyuh mempunyai masa kritis I : hari ke 1 s/d hari 3 dan masa kritis ke II hari ke 15 s/d hari ke 18; telur ayam mempunyai masa kritis I hari ke 1 s/d hari ke 3 dan masa kritis II hari ke 18 s/d hari ke 21; sedangkan itik mempunyai masa kritis I hari ke 1 s/d hari ke3 dan masa kritis II hari ke 25 s/d hari ke 28). Nah, dengan melihat adanya perbedaan yang sangat prinsip tersebut terutama MASA KRITISNYA, maka jika ke 3 jenis telur unggas yang berbeda bangsanya tersebut ditetaskan bersamaan dalam satu mesin tetas DIPASTIKAN TAK AKAN MENETAS, mengapa karena saat masa kritis ke II untuk puyuh mesin tetas tak boleh dibuka dan tak boleh dibalik, untuk ayam dan itik masih bisa dibuka dan dibalik, sehingga terjadi KEKACAUAN DALAM PENGETRAPAN MASA KRITIS KE II nya, padahal masa kritis kedualah yang berperan penting dalam proses pipping dan tingkat daya tetasnya. Dengan dapat disimpulkan TIDAK DIPERKENANKAN DITETASKAN DARI KETIGA JENIS TELUR UNGGAS YANG BERBEDA BANGSANYA.
O. CLUTCH BERPENGARUH PADA DAYA TETAS TELUR BANGSA UNGGAS.
Clutch adalah jarak antara peneluran pertama ke peneluran berikutnya ( misalnya tanggal 1 induk bertelur sebutir dan tanggal-tangal berikutnya si induk tersebut bertelur kembali). Clutch oleh penulis dikenal terdapat 2 jenis, jenis pertama clutch sempit dan ke dua clutch renggang. Sebagai contoh clutch sempit jika si induk bertelur setiap hari (setiap saat), sedangkan clutch renggang sebaliknya. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa clutch sempit berarti si induk tersebut berperoduksi telur tinggi dan sebaliknya untuk clutch renggang. Jadi clutch berkorelasi positif terhadap tinggi  rendahnya produksi telur unggas. Menurut Sugandi (1990 ) bahwa semakin tinggi produksi telur induk akan menghasilkan tingkat daya tetas yang tinggi bila dibandingkan dari induk yang berperoduksi rendah. Hal ini diduga induk unggas berproduksi tinggi berarti : 1. Induk tersebut  berasal dari bibit genetik yang unggul, berasal dari induk yang diberi nutrisi yang rasional, pembentukan sebutir telurnya normal, si induk tersebut mesti sehat dan diberi tatalaksana yang benar dan tepat bila dibandingkan dengan induk berproduksi rendah.
O. PERLUKAH PEMBALIKAN/PEMUTARAN TELUR SELAMA PROSES PENETASAN?
Ada terdapat 2 type mesin tetas yang ada di pasaran saat ini, yaitu type Still Air dan type Force Draught. Type still karena  fokus dan atau sumber pemanas mengarah ke satu titik saja yaitu titik kepermukaan  rak telur dalam mesin tetas. Itu berarti aliran panasnya tidak merata ke seluruh permukaan telur yang ditetaskan, dengna demikian mesin tetas type StillAir mutlak harus dibalik atau diputar setiap saat. Pertanyaannya berapa kali ? jawabannya setiap detik, setiap menit, setiap jam, atau bahkan setiap hari BOLEH DILAKUKAN, tetapi inggat! jika setiap detik, atau setiap menit atau setiap jam dilakukan pembalikan RESIKONYA suhu dalam mesin tetas akan BERFLUKTUASI (situasi suhu yang berfluktuasi inilah menyebabkan emrio akan mati sehingga daya tetasnya NOL). Nah agar diperoleh suhu yang merata dan suhu yang tak berfluktuasi maka sebaiknya pemutaran atau pembalikan telur dilakukan sehari 3 kali saja yaitu pagi, siang dan sore hari, ini akan menghasilkan panas yang merata berakibat embrio berkembang dengan sempurna dan akan memberikan tingkat daya tetas yang tinggi. Sedangkan type Force, karena adanya kipas angin yang otomatis dalam mesin tetasnya maka akan memberikan panas yang merata ke semua penjuru permukaan telur pada rak telurnya. Dengan demikian type mesin tetas ini tak perlu dibalik atau diputar.
P. SEBAIKNYA KAPAN PENG-CANDLINGAN TELUR TETAS DILAKUKAN DITINJAU SECARA EKONOMI?
Untuk mengetahui telur tersebut hidup atau mati dan atau fertil atau infertil maka telur-telur tetas yang dimasukkan dalam mesin (yang ditetaskan) harus dilihat/diperiksa dengan alat yang disebut CANDLER (aktifitas memeriksanya disebut CANDLING). Alat candler bisa dilakukan dan atau dibuat dengan cara : 1. kertas yang digulung, kemudian telur ditempatkan ujung dari kertas yang digulung tadi dengan menghadap sumber lampu (neon, dop atau sinar matahari); 2. telur-telur di ayun-ayunkan, jika berbunyi telur tersebut kopyor sehingga tak bisa ditetaskan karena Chalaza sebagai pertautan antara Albumen dan Yolk sudah putus, jenis telur ini tak bisa menetas; 3. dengan kardus atau bekas toples kue di lubang sebesar telur yang diperiksa dan dibawahnya diberi lampu sehingga akan nampak ( fertil jika nampak pembuluh darah yang menyebar, kuning jika telur konsumsi dan hitam jika embryo mati/dead embryo). Nah, kapan yg paling tepat secara ekonomis dilakukan ? Jawabannya : hari ke 4 setalah masa kritis I, karena jika infertil telur-telur tersebut masih bisa dijual sebagai telur konsumsi tetapi jika pemeriksaannnya dilakukan hari lebih ke 7, maka sudah kopyor sehingga tak bisa dijual sebagai telur konsumsi.
Q. KAPAN SEBAIKNYA PENGAMBILAN HASIL TETASANNYA ?
Keberhasilan dalam proses penetasan tolok ukurnya adalah tingkat fertilitas dan daya tetas. Semakin tinggi tingkat fertilitas telur yang tetaskan (tentunya faktor mesin tetas dan operatornya normal) maka daya tetasnya akan tinggi pula sebaliknya. Dengan demikian kapan dan bagaimananya hasil tetasannya diambil dari mesin tetas. Pengambilan hasil tetasannya diambil dengan rumus adalah sebagai berikut : MASA INKUBASI TELUR + 24 jam. Jadi sebagai misal antuk puyuh karena ber masa inkubasi 18 hari ditambah 24 jam = hari ke 19.

No comments:

Post a Comment

comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...